BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai konstribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, hingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Malnutrisi pada masa perinatal akan mempengaruhi pertumbuhan otak dan mengakibatkan komplikasi yang pada gilirannya berakibat buruk pada kehidupan bayi tersebut dikemudian hari. Beberapa Rumah Sakit rujukan di Indonesia melaporkan jumlah neonatus yang menderita malnutrisi energi protein diantara bayi berat lahir rendah ternyata cukup besar yaitu 38%-40%. Studi tindak lanjut yang dilakukan oleh lubchenco mengungkapkan bayi prematur yang dilakukan perawatan khusus sekitar 43% akan mengalami keterbelakangan mental. (http:// www. Glorianet, org/berita/b.371 !html,2003)
Kemampuan pelayanan suatu Negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan satu Negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia di lingkungan Assosiation Of Earth Asia Nations (ASEAN) merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. ( Manuaba,2001)
Word Health Organisation (WHO) memperlihatkan bahwa angka kematian bayi sangat memprihatinkan yang dikenal dengan fenomena 2/3. Fenomena ini terdiri dari 2/3 kematian bayi ( berusia 0-1 tahun ) terjadi pada umur kurang dari satu bulan (neonatal),2/3 kemudian neonatal terjadi pada umur kurang dari seminggu (neonatal dini ),dan 2/3 kematian pada masa neonatal dini terjadi pada hari pertama.Tingginya Angka kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) tersebut sebagian besar disebabkan oleh faktor medis yakni Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) kurang dari 2500 gram, asphyxia (kesulitan bernafas) yang antara lain disebabkan lilitan tali pusat, infeksi dan hipotermi. (glorianet.org/berit diakses 10 Desember 2008)
Data WHO (world health organisation) menunjukkan dari 20 juta kelahiran bayi diseluruh dunia sebesar 15,5% adalah bayi dengan BBLR dinegara berkembang sebesar 16,5% sedangkan dinegara maju kejadiannya sebesar 7%;(kompas,2005)
Berkaca dari survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih perlu di tingkatkan. Angka kematian Ibu (AKI) yaitu 228 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB) 34 per 1000 KH. (http:prov. Bkkbn. go. id diakses tanggal 15 april 2010)
Berdasarkan data dari RSUD Lapatarai Barru Kejadian BBLR pada Tahun 2009 terdapat 32 orang, sedangkan untuk periode januari-maret 2010 terdapat 20 orang, sehingga kejadian BBLR dari desember 2009-maret 2010 adalah 52 kasus BBLR. (Rekam medik RSUD Lapatarai Barru 2009)
Tingginya angka kejadian BBLR dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:faktor ibu, faktor janin, lingkungan, Faktor ibu antara lain, usia status gizi, paritas, keadaan sosial ekonomi, penyakit ibu. Sebab lain:ibu perokok, peminum alkohol dan pecandu obat narkotika. Faktor janin yaitu cacat bawaan,Hidramnion, kehamilan ganda dan infeksi dalam rahim. (Sitohang,2004)
Dari penjelasan diatas tentang tingginya angka kejadian BBLR maka perlu mendapatkan perhatian khusus dari berbagai instansi terkait dengan petugas kesehatan terutama bidan. Atas pandangan itulah maka penulis merasa tertarik mengadakan penelitian tentang gambaran kejadian BBLR namun dengan berbagai keterbatasan, maka penulis hanya membatasi pada faktor ibu meliputi umur ibu, paritas, status gizi dan jarak kehamilan.