BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Kesehatan reproduksi merupakan bagian penting dari program kesehatan dan merupakan titik pusat dari sumber daya manusia mengingat pengaruhnya terhadap setiap orang dan mencakup banyak aspek kehidupan sejak dalam kandungan sampai pada kematian. Oleh karena itu pelayanan kesehatan reproduksi harus mencakup empat komponen esensial yang mampu memberikan hasil yang efektif dan efisien bila dikemas dalam pelayanan yang teritegrasi, diantaranya : kesehatan ibu dan bayi baru lahir, keluarga berencana kesehatan reproduksi remaja dan pencegahan / penanggulangan penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV dan AIDS. Hal ini merupakan kesepakatan bersama dalam lokakarya nasional kesehatan reproduksi di Jakarta tahun 1996, sebagai komitmen Indonesia dalam menindak lanjuti Konfrensi internasional untuk kependudukan dan Pembangunan ( international Confrence people and Development / ICPD ) dikairo tahun 1995 (Saifuddin.B,2003).
Pelayanan keluarga berencana (KB) yang merupakan salah satu bagian dalam paket pelayanan kesehatan reproduksi essensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan keluarga berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahtraan. Dengan paradigm baru program KB nasional telah mengubah visinya dari mewujudkan Norma keluarga Kecil bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan ‘’ Kelurga Berkulitas tahun 2015’’. Visi tersebut dijabarkan kedalam 6 misi yaitu:
1. Memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas.
2. Menggalang kemitraan dalam meningkatkan kesejahtraan, kemandirian dan ketahanan keluarga.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan Reproduksi.
4. Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi.
5. Meningkatkanupaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui program KB.
6. Mempersiapkan sumber Daya Manusia (SDM) berkulitas sejsk pembuahan dalam kandungan sampai dengan lanjut usia (Saifuddin.B,2003).
Berdasarkan visi dan misi tersebut, program KB nasional mempunyai konstribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan program Making Pregnancy Safer (MPS), dimana salah satu pesan kunci dalam rencana Strategik Nasional Making Pregnancy safer di Indonesia 2001-2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan, dan untuk mewujudkan pesan kunci tersebut program KB merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama.
Selain untuk mencegah kematian dan kesakitan ibu, pelayanan KB yang berkualitas sangat diperlukan juga untuk membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau pisikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman serta tuntunan perkembangan social terhadap peningkatan status perempuan di mastarakat (Saifuddin.B,2003).
Saat ini program KB sudah cukup berhasil diterima oleh masyarakat, meskipun masih banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena beragamnya metode kontrasepsi yang tersedia, tetapi juga oleh oleh karena ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi
tersebut.
Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus menerus, mudah pelaksanaanya, murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat diterima penggunaanya oleh pasangan yang bersangkutan (Wiknjastro H, 2007).
Namun kita ketahui bahwa sampai saat ini belumlah tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal/sempurna. Pengalaman menunjukkan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masih dalam bentuk supermarket dimana calon akseptor memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkannya (Hanafi H, 2004).
Menurut data dari World Health Organisation (WHO) tahun 2004 mengatakan peserta pemakaian kondom 80% - 90%, Pil 90% - 96%, Suntik 95% - 97%, susuk 97% - 99%, IUD 94% - 95%, Vasektomi 99,4% - 99,8%, Tubektomi 99,5% - 99,9%. ( Lis Sinsin 2008).
Data yang diperoleh menunjukan bahwa pemilihan alat kontrasepsi oleh pasangan Usia Subur (PUS) masih cukup bervariasi.
Di propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan data yang di peroleh di Dines Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2009 terdapat 810.345 PUS yang menjadi akseptor KB yang terdiri dari akseptor pil 256.245 orang (31,62%), suntik 338.213 orang (41,73%), implant 63.234 orang (7,80%), IUD 56.874 orang (7,01%), kondom 17.681 orang (2,19%) MOW 9.337 orang (1,27), MOP 682 orang (0,09%) (Dinkes, 2009).
Di kabupaten maros berdasarkan data yang diperoleh dikantor BKKBN maros pada tahun 2009 dari 49.786 PUS yang menjadi akseptor KB 33.169 orang (66,62 %), yang terdiri dari akseptor pil 11.808 orang (35,60 %), suntik 14.313 orang (43,15%),IUD 1.716 orang (5,17%), Kondom 1.074 orang (3,24%), implant 3.876 orang (11,69%), dan kontap 382 orang (1,15%) (BKKBN 2009).
Di kecematan bantimurung (Puskesmas bantimurung) dari data yang diperoleh menunjukkan pada tahun 2009 dari 4.160 PUS yang menjadi akseptor KB 2.196 orang (64.74%) yang terdiri dari akseptor Pil 1.060 orang (48,26%), suntk 920 orang (41,90%), IUD 68 orang (3,01%), Kondom 48 orang (2,19%), implant 76 orang ( 3, 46%), dan kontap 24 orang (1,1%) (Puskesmas Bantimurung, 2009).
Meskipun masih banyak kesulitan didalam hal menentukan pilihan kontrasepsi yang harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping potencial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan atau orang tua, bahkan norma budaya dan lingkungan, namuan dengan pelayanan yang berkualitas dan berkesinambungan program KB , diharapkan kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi ( saifuddin.B,2003).
Menyadari hal tesebut yang hanya merupakan kondisi yang kondusif sebagai pengguna kontrasepsi maka pada saat ini lebih dititip beratkan pada strategi agar pelayanan lebih mudah dijangkau diperoleh dan diterima oleh berbagai sub kelompok masyarakat dengan tujuan utama pemberian pelayanan yang dudasrkan pada mutu yang baik, sehinnga kepedulian dalam meningkatkan kualitas pelayanan KB dan semangat unuk mencapai yang terbaik khususnya dalam pelayanan KB tetap terpelihara (Saifuddin,B.2003)
Gambaran umum penggunaan kontasepsepsi implant oleh akseptor diharapakan dapat memberi gambaran mengenai pengguanaan kontrasepsi oleh PUS dalam upaya mencegah kehamilan atau mengatur kelahiran. Hal inididasari oleh adanya peningkatan minat dalam hal menggunakan kontrasepsi implant olah masayarakat khususnya PUS dalam pemilihan kontrasepsi membuat peneliyi merasa tertarik melakukan penelitian pada akseptor KB di Puskesmas Bantimurung Kecematan Bantimurung Kabupaten Maros.
Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus menerus, mudah pelaksanaanya, murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat diterima penggunaanya oleh pasangan yang bersangkutan (Wiknjastro H, 2007).
Namun kita ketahui bahwa sampai saat ini belumlah tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal/sempurna. Pengalaman menunjukkan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masih dalam bentuk supermarket dimana calon akseptor memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkannya (Hanafi H, 2004).
Menurut data dari World Health Organisation (WHO) tahun 2004 mengatakan peserta pemakaian kondom 80% - 90%, Pil 90% - 96%, Suntik 95% - 97%, susuk 97% - 99%, IUD 94% - 95%, Vasektomi 99,4% - 99,8%, Tubektomi 99,5% - 99,9%. ( Lis Sinsin 2008).
Data yang diperoleh menunjukan bahwa pemilihan alat kontrasepsi oleh pasangan Usia Subur (PUS) masih cukup bervariasi.
Di propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan data yang di peroleh di Dines Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2009 terdapat 810.345 PUS yang menjadi akseptor KB yang terdiri dari akseptor pil 256.245 orang (31,62%), suntik 338.213 orang (41,73%), implant 63.234 orang (7,80%), IUD 56.874 orang (7,01%), kondom 17.681 orang (2,19%) MOW 9.337 orang (1,27), MOP 682 orang (0,09%) (Dinkes, 2009).
Di kabupaten maros berdasarkan data yang diperoleh dikantor BKKBN maros pada tahun 2009 dari 49.786 PUS yang menjadi akseptor KB 33.169 orang (66,62 %), yang terdiri dari akseptor pil 11.808 orang (35,60 %), suntik 14.313 orang (43,15%),IUD 1.716 orang (5,17%), Kondom 1.074 orang (3,24%), implant 3.876 orang (11,69%), dan kontap 382 orang (1,15%) (BKKBN 2009).
Di kecematan bantimurung (Puskesmas bantimurung) dari data yang diperoleh menunjukkan pada tahun 2009 dari 4.160 PUS yang menjadi akseptor KB 2.196 orang (64.74%) yang terdiri dari akseptor Pil 1.060 orang (48,26%), suntk 920 orang (41,90%), IUD 68 orang (3,01%), Kondom 48 orang (2,19%), implant 76 orang ( 3, 46%), dan kontap 24 orang (1,1%) (Puskesmas Bantimurung, 2009).
Meskipun masih banyak kesulitan didalam hal menentukan pilihan kontrasepsi yang harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping potencial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan atau orang tua, bahkan norma budaya dan lingkungan, namuan dengan pelayanan yang berkualitas dan berkesinambungan program KB , diharapkan kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi ( saifuddin.B,2003).
Menyadari hal tesebut yang hanya merupakan kondisi yang kondusif sebagai pengguna kontrasepsi maka pada saat ini lebih dititip beratkan pada strategi agar pelayanan lebih mudah dijangkau diperoleh dan diterima oleh berbagai sub kelompok masyarakat dengan tujuan utama pemberian pelayanan yang dudasrkan pada mutu yang baik, sehinnga kepedulian dalam meningkatkan kualitas pelayanan KB dan semangat unuk mencapai yang terbaik khususnya dalam pelayanan KB tetap terpelihara (Saifuddin,B.2003)
Gambaran umum penggunaan kontasepsepsi implant oleh akseptor diharapakan dapat memberi gambaran mengenai pengguanaan kontrasepsi oleh PUS dalam upaya mencegah kehamilan atau mengatur kelahiran. Hal inididasari oleh adanya peningkatan minat dalam hal menggunakan kontrasepsi implant olah masayarakat khususnya PUS dalam pemilihan kontrasepsi membuat peneliyi merasa tertarik melakukan penelitian pada akseptor KB di Puskesmas Bantimurung Kecematan Bantimurung Kabupaten Maros.