BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakangPENDAHULUAN
Persalinan caesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut ( laparatomi ) dan dinding uterus ( histerotomi ). Persalinan caesarea merupakan operasi besar yang hanya menjadi pilihan ketika keselamatan ibu dan atau anak terancam. Dan operasi ini dilakukan ketika proses persalinan normal melalui bulan lahir tidak memungkinkan karena komplikasi medis.
Sectio caesarea adalah merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim ( Winkjosastro, 2005 ).
Persalinan caesarea tidak ditujukan hanya demi kenyamanan dan kepentingan dokter atau orang tua atau alasan lain yang bersifat sosial. Operasi caesarea harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu yang melahirkan, maka logikanya kemajuan teknologi kedokteran akan membawa perubahan pada jumlah antara Angka Kematian Ibu ( AKI ) yang melahirkan dan angka ibu yang harus menjalani operasi caesarea, yaitu semakin kecil dari tahun ke tahun ( Hartanto, 2004 ).
Saat ini operasi caesarea menjadi trend karena berbagai alasan. Dalam 20 tahun terakhir, angka operasi caesarea meningkat pesat. Operasi ini kadang – kadang terlalu sering dilakukan sehingga para kritikus menyebutkan sebagai panacea ( obat mujarab ) praktek kebidanan. Kemajuan teknologi yang semakin canggih termasuk dibidang kesehatan, semakin baik obat – obatan terutama antibiotik, dan tingginya tuntutan terhadap dokter untuk membantu persalinan ibu yang mengalami komplikasi, yakni dengan operasi caesarea ( Adji, 2003 ).
Beberapa faktor yang menjadi penyebab pelaksanaan persalinan Caesarea seperti faktor karena indikasi medik atau penyulit persalinan, faktor dari ibu antara lain umur ibu, jumlah anak yang dilahirkan atau paritas,dan penyulit persalinan ( Mochtar,1995 )
Pertengahan tahun 1980 an, frekuensi persalinan caesarea meningkat dari bawah 5% menjadi lebih dari 155 ( Mc Donal, 2006 ). Operasi Caesarea di dunia yang paling rendah terdapat di negara-negara kawasan Eropa Timur seperti Hongaria, berkisar 20 %. Sedangkan angka tertinggi terdapat di Brazil, yakni 50 % dari angka kelahiran disuatu Rumah Sakit ( Obsfetri fisiologi, 2005 ).
Tahun 2005, insiden persalinan Caesarea menjadi berkurang di Amerika Serikat menjadi 20 %. Sedangkan di Indonesia angka ini justru semakin meningkat. Data Rumah Sakit swasta dari kota-kota besar di Indonesia menunjukkan kekerapannya berkisar 30 sampai 80 % ( Hudaya, 2005 ).
Pada tahun 2004 di Indonesia persalinan Caesarea ditemukan sebesar 23,4 % dari semua persalinan ( Depkes,2004 ). Di Bandung ditemukan rata-rata 9,7 % pada tahun 1990-1999 di Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Angka persalinan Caesarea di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini seperti yang terjadi di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yakni dari 23,9 % pada tahun 2000 menjadi 30,1 % pada tahun 2001 ( di Rumah Sakit Fatima,2002 ).
Di Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep mengalami peningkatan dalam menangani persalinan Caesarea dari tahun ketahun yaitu pada tahun 2006, sebanyak 136 kasus dan tahun 2007 sebanyak 140 kasus dan tahun 2008 sebanyak 150 kasus.
Semua Rumah Sakit baik negeri atau swasta telah dihimbau untuk menekan persentase untuk persalinan dengan operasi Caesarea hingga dibawah 20 %. Dirjen Pelayanan Medik Depkes menyebarkan surat edaran ke Rumah sakit bahwa persalinan dengan operasi harus ditekan dibawah 205 karena bagaimanapun juga setiap tindakan operasi selalu memberikan efek samping pada ibu dan bayi (Rustam.M,2006 ).
Mengingat besarnya resiko dari persalinan Caesarea dan semakin tingginya persalinan Caesar yang tidak membutuhkan alasan medis, maka perlu dilakukan upaya penurunan angka persalinan Caesarea. Untuk itu perlu dikaji beberapa faktor resiko kejadian persalinan Caesarea agar terhindar dari persalinan Caesarea yang tidak perlu yang hanya membawa kerugian, baik secara medik maupun sosial ekonomi dan budaya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang persalinan Sectio Caesarea.