BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian maternal dan perinatal merupakan masalah besar, khususnya di negara berkembang sekitar 98% - 99%, sedangkan negara maju hanya 1%-2%. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2000 kematian perinatal adalah 400 per 100.000 orang atau sekitar 200.000 ribu orang pertahun sehingga kematian perinatal terjadi 1,2-1,5 menit. Kematian perinatal di Indonesia adalah yang tertinggi diantara negara-negara Association South Of East Nation (ASEAN) kejadiannya sekitar 15 kali di Malaysia (Manuaba, 2007).
Hampir seluruh dari kematian perinatal adalah bayi lahir mati atau disebut juga Kematian Janin Dalam Rahim(KJDR). Menurut hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 1997, kematian perinatal terbesar disebabkan oleh kematian janin dalam rahim (31,3%) disusul asfiksia (20,4%) dan prematur (18,7%). (http://www.ziddu.com,2009)
Negara-negara barat telah berhasil menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan kini Angka Kematian Perinatal (AKP) digunakan sebagai ukuran untuk menilai kualitas pengawasan antenatal. Penurunan AKP berlangsung lebih lamban, karena kesehatan dan keselamatan janin dan uterus sangat bergantung dari keadaan dan kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil konsepsi. Dalam hal ini, maka pengawasan antenatal dan hal-hal yang bersangkutan dengan keadaan janin dalam uterus perlu mendapat banyak perhatian.
Tujuan pengawasan wanita hamil adalah menyiapkan ibu sebaik-baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan persalinan dan nifas (Wiknjosastro, 2006).
Angka Kematian Perinatal (AKP) di Indonesia belum diketahui pasti karena belum ada penelitian menyeluruh mengenai hal ini. Diperkirakan AKP di rumah sakit berkisar antara 77,3 sampai 137,7 per 1000 kelahiran hidup. Angka-angka tersebut niscaya lebih tinggi daripada kenyataan sebenarnya karena rumah sakit sebagai referral hospital untuk daerahnya menampung kasus-kasus dalam keadaan darurat. (Wiknjosastro, 2006).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan terdapat sedikitnya 3483 kasus kematian janin dari 119437 kelahiran hidup.(DinKes Provinsi Sul-Sel 2008).
Berdasarkan data dari rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salewangang Maros jumlah kematian bayi adalah 136 dari 736 kelahiran hidup dan 50 diantaranya adalah Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR) berdasarkan catatan diagnosa pada rekam medik.(Rekam medik RSUD Salewangang Maros 2009 ).
Oleh karena masalah kematian janin merupakan masalah penting yang menyangkut kualitas hidup suatu generasi, dan sangat dibutuhkan pengawasan antenatal, maka demikian kompleks dan pentingnya upaya pemecahan masalah yang perlu mendapat perhatian dari berbagai institusi terkait bekerjasama dengan petugas kesehatan khususnya bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. ( Wiknjosastro, 2006 ).
Atas pandangan itulah penulis melakukan suatu identifikasi mengenai faktor yang berpengaruh terhadap Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR). Namun dengan berbagai keterbatasan penulis hanya membatasi pada faktor umur, graviditas, dan pendidikan.